Sabtu, 13 Juli 2019

Hadiah Terindah

Stasiun Poncol, 13 Juli 2019. Hari ini seperti Sabtu-Sabtu sebelumnya saya menunggu kereta keberangkatan ke Pemalang. Sudah menjadi rutinitas dalam beberapa bulan terakhir. Sudah lama saya ingin berbagi kebahagiaan lewat tulisan di blog pribadi saya ini, namun entah kenapa selalu saja tidak ada waktu luang untuk menuangkannya. Kebetulan jam pemberangkatan masih sekitar satu setengah jam lagi, saya memiliki waktu untuk mengetik dan menceritakan apa yang sudah terjadi dalam hidup saya.

***

Pemalang, 22 Mei 2019. Siang ini saya sampai di rumah Pemalang setelah pagi hari tadi masih berada di kantor. Ketika mendengar istri sudah bukaan satu tadi pagi saya panik sejadinya. Ini momen yang tak akan pernah saya lupakan, istri saya akan melahirkan, saya bingung apa yang harus saya lakukan. Hal pertama yang ada dalam benak saya yaitu saya harus segera berada di sisinya.
Saya berangkat ke Pemalang tidak sendirian, Mamah juga ikut serta tidak sabar menanti cucu pertamanya lahir. Istri terlihat sedikit panik juga, mungkin karena kedatangan kami, mungkin pula karena hari ini dia akan melahirkan. Karena masih pembukaan satu istri diminta untuk pulang ke rumah terlebih dahulu oleh Dokter kandungan. Diminta untuk kontrol sore atau malam. Menjelang malam tiba, ini lah permulaan dari semua hal besar yang akan datang.
Sesampainya di Prima Medika, salah satu rumah sakit umum di Pemalang, kami langsung mendaftarkan untuk bersalin di sana. Waktu menunjukkan jam 7 malam, Bidan telah memeriksa keadaan istri saya. Bu Bidan bilang bahwa istri sudah bukaan 2. "Apa yang harus kami lakukan, bu?" tanya saya karena memang tidak tahu harus berbuat apa. "Tidak ada, pak ditunggu saja," dengan tenang Bu Bidan menjawab. Setelah terjadi sedikit perdebatan dengan bagian pendaftaran, akhirnya kami mendapatkan ruang rawat inap yang kami inginkan.
Menunggu tanpa tahu sampai kapan di ruang rawat inap, istri merasakan beberapa kali kontraksi. Saya baru tahu kalo untuk melakukan pemeriksaan bukaan berkala dalam waktu 4 jam sekali. Dari jam 7 sampai jam 11 malam tentunya cukup lama. Setelah jam 11 istri diperiksa lagi oleh Bidan, ternyata masih pembukaan 2 namun lebar, hampir ke pembukaan 3. Karena istri sudah merasa sungguh sangat kesakitan dengan kontraksi-kontraksi yang terjadi, ia akhirnya di bawa ke ruang persalinan. Ruang yang tidak cukup luas untuk di isi banyak orang. Hanya satu orang saja yang diijinkan untuk ikut masuk mendampingi. Tentu saja saya yang harus berada di samping istri saat nantinya persalinan. Hari semakin larut, malam semakin lelap, sampai akhirnya lewat tengah malam.
Kamis, 23 Mei 2019. Sudah memasuki hari yang berbeda. Sedikit bercerita kita tidak pernah menyangka bahwa persalinannya maju sekitar 2 minggu dari Hari Perkiraan Lahir (HPL). Malam ini, istri masih merintih kesakitan. Beberapa kali kontraksi, dan beberapa kali menjerit karena menahan rasa sakit di perutnya. Saya hanya bisa menenangkan istri dengan cara-cara yang saya tahu. Mungkin tidak banyak membantu, namun keberadaan saya pasti sudah menjadi salah satu hal yang bisa menenangkan istri. Malam semakin larut menuju pagi. Malam ini masih bulan Ramadhan yang memasuki hari ke... entah lah, saya tak sanggup berpikir lagi melihat keadaan istri yang seperti ini. Waktu hampir menunjukkan jam 3 pagi, saya bergegas menuju ruang bidan untuk meminta dilakukan pemeriksaan kembali. Bidan datang ke ruang bersalin melalukan pemeriksaan, tak lama kemudian ia meminta rekan-rekannya mempersiapkan semua peralatan persalinan. "Sudah bukaan berapa bu?" tanya saya panik melihat Bu Bidan. "Sudah lengkap ini, pak. Bisa melahirkan sekarang." Sontak saya dan istri langsung panik, namun saya tidak boleh terlihat panik di depan istri. Saya harus bisa menenangkan situasi agar semuanya dapat berjalan dengan lancar. Saat ini lah perjuangan besar akan kita lakukan bersama.
Istri merintih kesakitan, ia diminta Bidan memposisikan kakinya, dibuat senyaman mungkin. Jujur saya kesulitan menggambarkan situasi ini, rasa yang tak akan pernah saya lupakan sampai kapanpun. Saya melihat rambut kepala yang mengintip, itu rambut anakku. Bidan terus mencoba meyakinkan istri untuk mengejan agar bayi bisa segera lahir. Saya dengan penuh semangat memberikan dukungan untuk istri. Istri sempat hampir menyerah, ia saya tawarkan untuk lahiran caesar, dan ia mengangguk. Namun Bidan tidak setuju karena posisi adek bayi sudah siap keluar, takutnya terjadi apa-apa jika menunggu untuk operasi caesar besok pagi. Saya kembali menyemangati istri, memberikan seluruh hati dan dukungan batinku untuknya. Dan ia, istriku tercinta, wanita tangguh yang pernah aku kenal, akhirnya melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Isi hati ini rasanya tidak pernah bisa dijelaskan dengan kata-kata. Perasaan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Saya menangis bangga dengan apa yang telah istri saya lakukan, apa yang telah kami lalui bersama. Tepat pukul 3.55 WIB putri kecil kami lahir ke dunia. Lalu Bidan membersihkannya, karena sempat juga putri kecil kami menelan air ketuban yang pecah saat persalinan. Hari ini benar-benar menjadi hari paling bersejarah untuk saya, dan istri tentunya. Kado terindah dari Allah SWT yang dititipkan untuk kami berdua.

***

Kereta saya telah tiba, tidak terasa begitu panjang yang bisa saya sampaikan, meskipun tidak secara detail. Hari ini, saya akan kembali bertemu dua orang perempuan yang paling saya cintai, istri dan anak saya. Tunggu kedatangan Ayah ya, Alina sayang. Nanti kita ceritakan kembali kisah-kisah luar biasa yang sudah terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini.

Senin, 25 Februari 2019

Setahun Lalu

Kemarin, 24 Februari 2019 tepat setahun setelah aku melamar Bundamu, dek.

Sebuah langkah besar di hidupku dalam menentukan pendamping untuk menghabiskan sisa usia. Sebuah keputusan yang tak pernah sembarangan. Sebuah keyakinan untuk menentukan siapa yang pantas berdiri tepat di sebelahku saat aku berhasil, dan mengangkat kepalaku saat aku gagal. Sebuah pertimbangan dan restu dari kedua orang tua. Sebuah janji suci pada diriku sendiri untuk selalu membahagiakan perempuan itu. Bundamu.

Dek, saat ini mungkin usiamu belum genap tujuh bulan dalam kandungan Bunda. Tapi aku bisa merasakan kehadiranmu setiap aku dan Bundamu bersama, kita bertiga. Jadilah sosok yang selalu menguatkan kedua orang tuamu ini ya, nak. Jadilah penyatu saat Ayah dan Bundamu tak sejalan. Jadilah pelindung dalam setiap cobaan. Jadilah penunjuk jalan dalam setiap permasalahan.

Hari ini, aku merasakan pikiran dan hati ini terpecah belah. Kita hidup selalu berdampingan. Saat jalur tak sejalan, ide tak sepaham, dan harapan tak sesuai dengan keinginan. Aku hanya bisa diam, menerka apa yang akan terjadi, dan membiarkan segala perasaan ini mengalahkanku perlahan, sampai tak mampu lagi aku berpikir dan berkata. Aku hanya butuh dukungan dari Bundamu, dek. Sosok yang bisa menguatkan Ayahmu ini. Aku tahu kamu tak kalah menguatkan, tapi belum saatnya kamu melihat Ayahmu ini terkapar tak berdaya. Aku ingin selalu memberikan yang terbaik untukmu, sayang. Sebelum kamu lahir ke dunia yang penuh dengan tanda tanya. Dunia yang akan menjadi sangat indah dengan keberadaanmu.

Setahun lalu, aku sendiri pun tak pernah menyadarinya akan secepat itu. Kini, aku menanti kedatanganmu di tengah kebimbangan dan keputusan besar. Doakan Ayahmu ini selalu kuat ya, sayang. Doakan juga Bunda selalu memeluk erat tubuh ini saat Ayah butuh dukungannya.

Selalu sehat ya, nak!

Jepara, 25 Februari 2019

Selasa, 16 Oktober 2018

Tahun Kelima

16 Oktober 2013

Tepat lima tahun yang lalu. Rejeki datang dari segala arah, bahkan yang tak pernah terduga sekalipun. Manusia memang punya rencana, tapi Tuhan yang berkuasa.
Menjalani tahun kelima di kota Kudus ini, mengarungi bersama dengan hati yang selalu setia mendampingi saya. Semoga selalu ada jalan untuk kembali pulang. Tak ada tempat yang lebih nyaman dari rumah sendiri.

"Light will guide you home..."